Sunday, November 8, 2009

8.Berdo'a yang Benar

Apakah Setiap Berdo’a Harus Mengangkat Tangan?

Desember 26, 2008 pukul 3:00 pm | Ditulis dalam Adab Berdo'a, Hukum Islam | 3 Komentar
Tag: , , , , Disusun oleh Muhammad Abduh Tuasikal, ST
Sumber: Berbagai Fatwa Ulama Besar Saudi Arabia
rumah-allahInilah yang masih belum dipahami sebagian orang. Mereka menganggap bahwa setiap berdo’a harus mengangkat tangan, semacam ketika berdoa sesudah shalat. Untuk lebih jelas marilah kita melihat beberapa penjelasan berikut.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanyakan, “Bagaimanakah kaedah (dhobith) mengangkat tangan ketika berdo’a?” (Liqo’at Al Bab Al Maftuh, 51/13, Asy Syabkah Al Islamiyah)
Beliau –rahimahullah- menjawab dengan rincian yang amat bagus :
Mengangkat tangan ketika berdo’a ada tiga keadaan :
Pertama, ada dalil yang menunjukkan untuk mengangkat tangan. Kondisi ini menunjukkan dianjurkannya mengangkat tangan ketika berdo’a. Contohnya adalah ketika berdo’a meminta diturunkannya hujan. Jika seseorang meminta hujan pada khutbah jum’at atau khutbah shalat istisqo’, maka dia hendaknya mengangkat tangan. Contoh lainnya adalah mengangkat tangan ketika berdo’a di Bukit Shofa dan Marwah, berdo’a di Arofah, berdo’a ketika melempar Jumroh Al Ula pada hari-hari tasyriq dan juga Jumroh Al Wustho.
Oleh karena itu, ketika menunaikan haji ada enam tempat (yang dianjurkan) untuk mengangkat tangan (ketika berdo’a) yaitu : [1] ketika berada di Shofa, [2] ketika berada di Marwah, [3] ketika berada di Arofah, [4] ketika berada di Muzdalifah setelah shalat shubuh, [5] Di Jumroh Al Ula di hari-hari tasyriq, [6] Di Jumroh Al Wustho di hari-hari tasyriq.
Kondisi semacam ini tidak diragukan lagi dianjurkan untuk mengangkat tangan ketika itu karena adanya petunjuk dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai hal ini.
Kedua, tidak ada dalil yang menunjukkan untuk mengangkat tangan. Contohnya adalah do’a di dalam shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a istiftah : Allahumma ba’id baini wa baina khothoyaya kama ba’adta bainal masyriqi wal maghribi …; juga membaca do’a duduk di antara dua sujud : Robbighfirli; juga berdo’a ketika tasyahud akhir; namun beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengangkat tangan pada semua kondisi ini. Begitu pula dalam khutbah Jum’at, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a namun beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengangkat kedua tangannya kecuali jika meminta hujan (ketika khutbah tersebut).
Barangsiapa mengangkat tangan dalam kondisi-kondisi ini dan semacamnya, maka dia telah terjatuh dalam perkara yang diada-adakan dalam agama (alias bid’ah) dan melakukan semacam ini terlarang.
Ketiga, tidak ada dalil yang menunjukkan mengangkat tangan ataupun tidak. Maka hukum asalnya adalah mengangkat tangan karena ini termasuk adab dalam berdo’a.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesunguhnya Allah Maha Pemalu lagi Maha Mulia. Dia malu terhadap hamba-Nya, jika hamba tersebut menengadahkan tangan kepada-Nya , lalu kedua tangan tersebut kembali dalam keadaan hampa..” (HR. Abu Daud no. 1488 dan At Tirmidzi no. 3556. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah menceritakan seseorang yang menempuh perjalanan jauh dalam keadaan kusut dan penuh debu, lalu dia mengangkat kedua tangannya ke langit seraya mengatakan : “Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!” Padahal makanannya itu haram, pakaiannya haram, dan dia dikenyangkan dari yang haram. Bagaimana mungkin do’anya bisa dikabulkan? (HR. Muslim no. 1015)
Dalam hadits tadi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan mengangkat kedua tangan sebagai sebab terkabulnya do’a.
Inilah pembagian keadaan dalam mengangkat tangan ketika berdo’a. Namun, ketika keadaan kita mengangkat tangan, apakah setelah memanjatkan do’a diperbolehkan mengusap wajah dengan kedua tangan?
Yang lebih tepat adalah tidak mengusap wajah dengan kedua telapak tangan sehabis berdo’a karena hadits yang menjelaskan hal ini adalah hadits yang lemah (dho’if) yang tidak dapat dijadikan hujjah (dalil). Apabila kita melihat seseorang membasuh wajahnya dengan kedua tangannya setelah selesai berdo’a, maka hendaknya kita jelaskan padanya bahwa yang termasuk petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak mengusap wajah setelah selesai berdo’a karena hadits yang menjelaskan hal ini adalah hadits yang lemah (dho’if).
Hukum Mengangkat Tangan untuk Berdo’a Sesudah Shalat Fardhu
Pembahasan berikut adalah mengenai hukum mengangkat tangan untuk berdo’a sesudah shalat fardhu. Berdasarkan penjelasan di atas, kita telah mendapat pencerahan bahwa memang mengangkat tangan ketika berdo’a adalah salah satu sebab terkabulnya do’a. Namun, apakah ini berlaku dalam setiap kondisi? Sebagaimana penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin di atas bahwa hal ini tidak berlaku pada setiap kondisi. Ada beberapa contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa beliau tidak mengangkat tangan ketika berdo’a. Agar lebih jelas, mari kita perhatikan penjelasan Syaikh Ibnu Baz mengenai hukum mengangkat tangan ketika berdo’a sesudah shalat.
Beliau –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/181) mengatakan :
Tidak disyari’atkan untuk mengangkat kedua tangan (ketika berdo’a) pada kondisi yang kita tidak temukan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangan pada saat itu. Contohnya adalah berdo’a ketika selesai shalat lima waktu, ketika duduk di antara dua sujud (membaca do’a robbighfirli, pen) dan ketika berdo’a sebelum salam, juga ketika khutbah jum’at atau shalat ‘ied. Dalam kondisi seperti ini hendaknya kita tidak mengangkat tangan (ketika berdo’a) karena memang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan demikian padahal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suri tauladan kita dalam hal ini. Namun ketika meminta hujan pada saat khutbah jum’at atau khutbah ‘ied, maka disyariatkan untuk mengangkat tangan sebagaimana dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka ingatlah kaedah yang disampaikan oleh beliau –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/181) berikut :
“Kondisi yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengangkat tangan, maka tidak boleh bagi kita untuk mengangkat tangan. Karena perbuatan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam termasuk sunnah, begitu pula apa yang beliau tinggalkan juga termasuk sunnah.”
Bagaimana Jika Tetap Ingin Berdo’a Sesudah Shalat?
Ini dibolehkan, namun setelah berdzikir, dengan catatan tidak dengan mengangkat tangan.
Syaikh Ibnu Baz –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/178) mengatakan :
“Begitu pula berdo’a sesudah shalat lima waktu setelah selesai berdzikir, maka tidak terlarang untuk berdo’a ketika itu karena terdapat hadits yang menunjukkan hal ini. Namun perlu diperhatikan bahwa tidak perlu mengangkat tangan ketika itu. Alasannya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan demikian. Wajib bagi setiap muslim senantiasa untuk berpedoman pada Al Kitab dan As Sunnah dalam setiap keadaan dan berhati-hati dalam menyelisihi keduanya. Wallahu waliyyut taufik.”
Mengangkat Tangan Untuk Berdo’a Sesudah Shalat Sunnah
Syaikh Ibnu Baz –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/181) mengatakan :
Adapun shalat sunnah, maka aku tidak mengetahui adanya larangan mengangkat tangan ketika berdo’a setelah selesai shalat. Hal ini berdasarkan keumuman dalil. Namun lebih baik berdo’a sesudah selesai shalat sunnah tidak dirutinkan. Alasannya, karena tidak terdapat dalil yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal ini. Seandainya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya, maka hal tersebut akan dinukil kepada kita karena kita ketahui bahwa para sahabat –radhiyallahu ‘anhum jami’an- rajin untuk menukil setiap perkataan atau perbuatan beliau baik ketika bepergian atau tidak, atau kondisi lainnya.
Adapun hadits yang masyhur (sudah tersohor di tengah-tengah umat) bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di dalam shalat, seharusnya engkau merendahkan diri dan khusyu’. Lalu hendaknya engkau mengangkat kedua tanganmu (sesudah shalat), lalu katakanlah : Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!” Hadits ini adalah hadits yang dho’if (lemah), sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Ibnu Rajab dan ulama lainnya. Wallahu waliyyut taufiq.
Semoga Allah senantiasa memberikan pada kita ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyib dan amalan yang diterima.
Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya
Muhammad Abduh Tuasikal, ST


[media-dakwah] Hasbiyanto
Tue, 23 Jan 2007 19:20:50 -0800
Assalaamualikum Wr Wb,
Bahwa berdoa melalui perantara orang yang sudah meninggal hukumnya TIDAK BOLEH. Jadi masalah Doa ya Robbil bil Mustofa sebaiknya sudah selesai saja.... Sekarang saya mohon pencerahan kepada Bpk Moderator/Bp A Nizami atau Bapak-2 yang lain, yaitu saya mohon pencerahan mengenai:
1. Adab / Sopan santun/ tata cara berdoa.
2. Ada orang yang berdoa TANPA mengangkat tangan, bolehkah?
3. Berdoa selesai azan, sambil jalan.
4. Habis berdoa, menyapu muka dengan tapak tangan.
5. Doa qunut, doa sholat ghoib apakah ada tuntunannya
6. Katanya berdoa yang paling bagus adalah ketika sujud. ketika sujud sholat sunnah atau sholat wajib(?). Kalau sholat wajib kan doanya harus pakai bahasa arab(?) supaya tidak merusak sholat. Bolehkan ketika sujud tsb dilanjutkan berdoa dng bhs Indonesia?
7. Ada jamaah dari aliran tertentu, ketika Imam berdoa malah langsung pergi. Ada juga tidak mau meng-aminkan, ada juga yg cuma diam tanpa mengangkat tangan. Jadi bagaimana semestinya yang sebaiknya dilakukan makmum, ketika Imam berdoa?.
8. Sebenarnya hadist yang berkenaan dengan sholat ghoib itu,  shohih atau dhoif?
Demikian dari saya, mohon pencerahannya secara detail  beserta dalilnya yang shohih dan sesuai dengan tuntunan Rosululloh.  Atas pencerahannya diucapkan terima kasih.
Wassalam,
Hasbiyanto Bin Tohari
>>> A Nizami <[EMAIL PROTECTED]> 1/24/2007 9:29 AM >>>
Kalau sahabat minta Nabi mendo'akan, itu ada haditsnya. Tapi Nabi juga berdo'a langsung kepada Allah misalnya: Robbana aatina (Ya Allah berikanlah kami), Robbighfir li (Ya Allah ampunilah aku).
Nabi tidak pernah berdoa dengan menyebut nama selain Allah seperti Ya robbi bil musthofa (Ya Allah dengan perantaraan Musthofa/Muhammad). Coba minta guru yang mengajarkan do'a Ya robbi bil musthofa dalilnya dari Al Qur'an surat berapa atau hadits riwayat mana, pasti dia tidak bisa menjawab sebab dia hanya ikut-ikutan/taqlid saja.
Yang namanya sunnah Nabi itu terangkum dalam kitab hadits yang sahih. Hadits yang dloif/palsu atau pun hadits Israiliyat ( yang dibuat oleh kaum Yahudi untuk menyesatkan ummat Islam ) bukanlah sunnah Nabi. Dan akhlaq Nabi itu adalah Al Qur'an. Artinya tidak mungkin Nabi melanggar Al Qur'an. Jadi hadits yang sahih dari segi perawi, tapi kalau dari isi/matan bertentangan dengan Al Qur'an tidak bisa dipakai.
Dalam surat Al Fatihah setiap hari kita berucap: Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'iin.
Hanya kepada Kamu kami menyembah dan hanya kepada Kamu kami meminta.
Nah jika kita meminta kepada selain Allah atau menyebut nama lain di sisinya seperti Ya Robbi bil Musthofa berarti kita sudah musyrik atau ingkar ayat di atas.
Ini tentu saja sudah seperti kelakuan orang-orang kafir Quraisy yang memakai berhala untuk mendekatkan diri kepada Allah meski mereka tidak menyembah berhala:
"Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya."
Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya.
Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar." [Az Zumar:3]
Do'a itu adalah inti ibadah (hadits). Jadi haram kita berdo'a dgn menyebut nama selain Allah.
22. Al Hajj
Yad'uu min duunillah....
12. Ia berdo'a kepada selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat dan tidak (pula) memberi manfaat kepadanya. Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.
10. Yunus
Wa laa tad'u min duunillah...
106. Dan janganlah kamu berdoa kepada apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim."
26. Asy Syu'araa'
Fa la tad'u ma'allahu ilaahan aakhoro
213. Maka janganlah kamu berdo'a kepada (menyembah) tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang di'azab.
Nah ayat di atas melarang kita berdo'a kepada yang lain bersama-sama dengan Allah. Jika kita
melakukannya, berarti kita kafir kepada Al Qur'an.
Tidak pernah Nabi berdo'a sambil menyanyi seperti Ya robbi bil musthofa. Do'a adalah inti ibadah. Yang biasanya beribadah dengan bernyanyi adalah ummat Nasrani. Kalau kita meniru mereka, maka kita bisa masuk dalam kelompok mereka.
"Sungguh kalian akan mengikuti jejak orang-orang yang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sampai sekalipun mereka memasuki lubang biawak, kalian tetap mengikutinya." Kami bertanya:
"Wahai Rasulullah, apakah mereka itu orang Yahudi dan Nasrani?" Beliau menjawab: "Siapa lagi (kalau bukan mereka)?" (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw. bersabda:
Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk mereka (HR Ahmad dan Abu Dawud)
Meski kita menghormati Nabi Muhammad, namun hendaknya kita menghormatinya selaku Nabi, selaku manusia. Bukan membuatnya sebagai sekutu Allah. Sesatnya kaum Yahudi dan Nasrani karena mereka memuja Nabinya berlebihan.
9. At Taubah
30. Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putera Allah." Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?
Berdo'alah langsung kepada Allah:
40. Al Mu'min
60. Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku[1326] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina."
Jika merasa kotor, bertobatlah.
Berdo'alah dengan memakai lafazh yang diajarkan Allah dan rasulnya di dalam Al Qur'an dan Hadits seperti:
Robbana aatina fid dunya hasanah, wa fil aakhiroti hasanah, wa qina 'aadzaban naar.